Bulan Itu Sirna
(oleh : Adrian Djatikusumo)
Malam yang dingin dan sunyi ini, aku duduk di kursi balkon rumahku. Aku menuliskan kata-kata di buku diariku. Aku selalu melakukannya tiap malam, menikmati bulan di malam hari yang setiap malam kulihat. Namun aneh! Mala mini bulan tak tampak. Aku melanjutkan menulis diari namun ada yang memanggilku.
“Darren,, Darren”, suara itu samar-samar namun semakin jelas, “Darren,, Darren”.
Bulu kudukku terangkat dan aku melihat sekeliling namun tak ada siapapun. Aku tak menghiraukannya dan terus menulis diari. Tak seorangpun masih terjaga. Semua anggota keluargaku sudah tidur. AKu mulai mengantuk dan menutup buku diariku.
Paginya, aku menceritakan hal ini pada Devon, sahabatku.
“Devon, aku harap kamu mempercayaiku. Aku tidak berbohong. Aku benar-benar mendengar suara itu. Suaranya halus, seperti suara anak perempuan,” aku berusaha membuat Devon percaya.
“Darren, kamu percaya hal-hal itu? Jangan konyol!” Devon tetap tidak percaya dan mengajakku masuk kelas ,” sudah gak usah dipikirin, itu paling Cuma perasaanmu saja,”
Ya, mungkin itu perasaanku saja. Namun aku masih tak habis pikir. Siapa yang memanggilku malam itu. Tidak mungkin kakakku, Tifanny yang sudah terlelap.
Malam ini aku sengaja duduk di balkon lebih awal dari biasanya, dan bulan itu tidak lagi Nampak seperti malam kemarin. Aku mengamati langit yang gelap dan mendapati hanya bintang yang ada.
Dan aku mendengar suara itu lagi ,”Darren, Darren!”..
“Si Siapa kamu?,” ujarku agak terbata-bata
“Namaku Putri Bulan, aku yang selalu ada di langit malam,”
“Ja Jadi itu sebabnya bulan tak terlihat?”
“Benar, aku turun ke bumi karena aku kesepian dan aku butuh teman, matahari dan bintang tak mau jadi temanku karena katanya aku hanya penganggu,” ucap Bulan yang terlihat sedih.
“Jangan bilang begitu, aku selalu membutuhkanmu setiap malam sebagai teman tidur dan penerangku,” aku berusaha menghiburnya.
“Benarkah? Aku senang bisa menjadi teman dan bisa membantumu,” Ujar Bulan ,” bisakah kita menjadi teman?”
“Tentu,” balasku.
“Besok malam, duduklah kembali di balkon lalu aku mengajakmu bertualang di malam hari. Jadi tidur sianglah, jadi kamu tidak akan mengantuk jika kuajak bertualang,”
“Baiklah, aku tidur dulu yah,” Ucapku sambil menguap
“Selamat tidur,”
Sejenak aku menatap langit, aku dapati bulan itu tampak. Putri Bulan berwajah pucat dan bersinar, rambutnya putih berkilauan dan ia memakai gaun putih. Saat dia menggenggam tanganku, tangannya terasa dingin dan halus.
Malam berikutnya aku menunggu Putri Bulan di balkon rumah. 1 jam berlalu dan sekarang pukul 10 malam, namun Putri Bulan belum tampak. Ya! Kini aku melihatnya, ia datang!
“Darren, genggam tanganku dan kita akan terbang,” ucapnya
“Baiklah,” aku menggenggam tangannya
Wow, dan seketika aku terbang. Perlahan, bangunan-bangunan megah di kota ku terlihat semakin kecil, kecil, dan kecil. Lampu terlihat sekali-kali mengedipkan sinarnya padaku. Aku kagum melihat keindahan kotaku dari atas sini.
“Darren, bagaimana perasaanmu?” Ucap Putri Bulan
“Aku senang sekali, terima kasih, Bulan” Balasku.
“Aku senang bisa membuat sahabatku bahagia. Lebih tepatnya sahabat yang pertama kali mau bergaul denganku,”
Aku tersenyum pada Putri Bulan.
“Kita mau kemana?” tanyaku.
“Kita mau ke duniaku,” balas Putri Bulan
“Wah, sepertinya menyenangkan,”
“Nah, kita sampai,”
Aku melihat daratan yang sangat luas, dan disitu aku melihat makhluk-makhluk aneh yang belum pernah aku lihat di bumi. Dan aku melihat bumi begitu jauh dan kecil dari sini. Aku melihat ribuan bintang yang berkelap-kelip, asteroid, dan matahari dari kejauhan. Matahari dari sini terlihat sangat besar, sangat berebeda dari bumi. Bulan mengajakku berjalan-jalan.
Tak lama ada yang berteriak
“Hei, Bulan! Siapa yang kau ajak?! Sombong sekali kamu asal ajak saja!,” teriak makhluk dengan tangan yang amat panjang.
“Flut, aku bosan! Aku kesepian! Tak ada yang mau berteman denganku disini! Aku ingin mengajaknya bermain!” Balas Bulan terhadap makhluk yang ternyata bernama Flut itu.
Flut terlihat jahat, ia penuh kebencian dan dengki kepada Bulan.
Bulan terus berjalan dan tak lama ada yang berteriak lagi
“Hei, Bulan! Dari mana saja kau!,” teriak makhluk dengan kepala aneh.
“Merky, aku tidak punya teman dan aku pergi sebentar untuk mencari sahabat,” ucapnya kepada Merky.
Merky tidak menjawab dan pergi begitu saja. Kini aku sadar, Bulan memang tidak punya teman dan dimusuhi meski dia baik. Mungkin aku tau apa alasannya. Karena dia adalah makhluk paling cantik disini. Sehingga teman-temannya iri. Dan ternyata memang itu alasannya.
Akhirnya bulan mengajakku ke tempat dimana dia menerangi bumi,
“Darren, duduklah disini. Maaf kau disambut dengan tidak baik, mereka memang begitu kepadaku,”
“Tidak apa-apa Bulan, aku bisa mengerti. Itu bukan salahmu,”
“Kau memang sahabat yang baik, terima kasih ya,”
“Iya, sama-sama,”
“Aku harap aku tetap bisa menjadi sahabatmu meskipun kita berjauhan,”
“Lho, memangnya kau tidak bisa mengunjungi bumi lagi?”
“Benar, aku harus menjalankan tugasku untuk menerangi bumi dan aku juga akan lenyap bila aku terus pergi dari duniaku,”
“Oh, ternyata begitu,” Ucapku sedikit kecewa
“Kita akan tetap menjadi sahabat meskipun kita berjauhan,”
“Baik, Bulan, aku akan tetap mengenangmu,”
“Mari aku antar pulang,” Bulan menggenggam tanganku.
“Baiklah,”
Aku terbangun dari tidurku. Aku mendapati aku sudah di rumah. Aku melihat meja, lemari, dan tas sekolahku. Ketika hendak mandi, aku menemukan kertas kecil di bawah kasurku. Kertas itu bertulis ‘Kita akan bersahabat selamanya’. Aku tidak tau petualanganku dengan Bulan itu nyata atau mimpi. Yang penting aku tetap akan mengenang Bulan dan kini aku tau apa arti sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar